Selasa, 21 Mei 2013

Transformasi Elang




Transformasi Elang
(Sebuah Perenungan)

-- unknown ----
Elang sering dijadikan simbol supremasi, baik sebagai lambang negara, motivator, logo perusahaan, dan berbagai ikon lainnya. Mengapa elang sedemikian menarik. Bila dilihat dari morfologi tubuhnya, elang memiliki paruh yang kuat dan tajam, dengan retina mata yang lebih tajam daripada manusia, sehingga mampu melihat mangsanya dari sudut pandang yang jauh, rentang sayapnya lebar, kaki yang dilengkapi cakar yang kuat sehingga mampu dengan cepat menyambar dan mencengkeram mangsanya, elang mampu terbang melintasi angkasa yang tinggi dengan jarak tempuh yang jauh, dan elang memiliki rentang usia yang panjang. Dengan kondisi fisik yang seperti itu tidaklah mengherankan bila elang menempatkan diri pada puncak tertinggi pada mata rantai makanan. Untuk mencapai fisik yang kuat, sejak kecil dilahirkan elang harus menempuh ujian kehidupan yang berat. Pada saat bertelur induk elang biasanya akan menaruh telurnya (bersarang) di atas pohon yang tinggi atau di bebatuan tebing bukit yang tinggi. Begitu telurnya menetas dari cangkangnya yang keras, si induk akan memulai mengajari terbang anaknya. Biasanya dengan pelatuknya, anaknya didorong untuk keluar dari sarang dan belajar terbang. Pada saat itu bila si induk merasa anaknya belum berhasil terbang dan akan membentur tebing atau tanah, maka si anak elang lekas-lekas disambarnya, sehingga tidak sampai terluka. Begitu seterusnya sampai si anak elang bisa terbang mandiri tanpa bantuan induknya. Jadi walaupun elang dilengkapi dengan sepasang sayap, dia tetap harus menguji kekuatan sayapnya dengan jam terbang yang tinggi melintas angkasa, dengan berbagai jurus tukik atau terbang, mungkin ada terbang secepat kilat pada saat menyambar mangsanya yang sedang lengah, dan berbagai jurus terbang lainnya seperti yang pernah saya dapatkan waktu mengikuti session training motivasi ""Burung Camar Jonathan"". Walaupun orang tua elang adalah raja penjelajah alam raya, dia tidak serta merta mewariskan bakatnya kepada anaknya, semua tergantung dari kepiawaian si anak sendiri untuk mencontoh perilaku terbang elang induknya dan melatih jam tempur di angkasa. Untuk mencapai usia yang panjang (kira-kira 70 tahun), maka pada saat usia 40 tahun , si elang harus menempuh ujian ""life begins at fourthy"". Pada saat itu elang sudah nampak tua renta, dengan paruhnya yang panjang dan bengkok hampir menyentuh dadanya, bulu sekujur tubuhnya semakin lebat sehingga memberatkan pada saat terbang. Pada saat itu elang dihadapkan pada 2 pilihan hidup, mau mati pelan-pelan kelaparan atau menempuh hidup yang panjang, tapi dengan perjuangan yang sulit. Bila pilihannya jatuh pada opsi kedua, maka si elang akan berusaha terbang tinggi ke puncak gunung dan bersarang di tepi jurang untuk melakukan transformasi hidupnya. Selama transformasi yang berat 150 hari, elang akan berusaha keras, memperbaharui kondisi fisiknya, elang akan mematuk-matukkan paruhnya pada tebing karang sampai paruh tersebut lepas dari mulutnya, setelah menunggu beberapa lama dan paruhnya tumbuh baru, maka langkah selanjutnya adalah mencabuti cakar-cakar dan menunggu cakar baru tumbuh, bila sudah tumbuh, elang akan mencabuti bulu-bulunya dan menunggu tumbuhnya bulu itu sehingga bisa terbang lagi mencari makanan. Pada saat melakukan transformasi ini, elang akan ""berkontemplasi"" merasakan dinginnya udara malam dan panasnya matahari siang. Sebuah perjuangan hidup yang berat untuk membuka lembaran hidup baru disisa usianya 30 tahun lagi. Pada saat menjelang ajal, di akhir hidupnya elang menderita sakit-sakitan, maka elang akan berusaha terbang sekuat tenaga ke puncak bukit dan bersarang disana sampai kematian menjemputnya. Sebuah sikap yang wise dan penuh kepasrahan akan ""Kuasa Ilahi"" di akhir hayatnya. Begitulah kisah inspiratif tentang seekor elang si burung monogami, yang pada saat kecil harus segera keluar dari zona nyaman untuk bisa mandiri belajar tentang makna hidup, di paruh baya yang harus menjalani transformasi hidup yang berat, dan di akhir ajalnya penuh kepasrahan dan permenungan diri menghadap Ilahi. Semoga kita bisa belajar bijak dari sikap elang. ""Tuhan berilah aku keberanian untuk mengubah apa yang bisa diubah. Berilah aku ketabahan untuk menerima apa yang tidak bisa diubah. Dan berilah kebijakan untuk bisa membedakan keduanya.""

(unknown)

Senin, 06 Mei 2013

32 Solusi Agar BBM Tidak Dinaikkan

32 Solusi Agar BBM Tidak Dinaikkan

Oleh: Timur Subangun

Jumat, 3 Mei 2013 | Opini| Berdikari Online
Meski mendapat perlawanan di mana-mana, kelihatannya pemerintah tetap
ngotot menaikkan harga BBM. Namun, supaya perlawanan rakyat bisa
diredam, maka selalu dikesankan bahwa kenaikan harga BBM adalah sesuatu
yang tak terhindarkan.

Benarkah pintu-pintu solusi sudah tertutup rapat? Tidak juga. Buktinya,
banyak sekali kelompok masyarakat, termasuk ekonom, yang menawarkan
solusi. Tetapi, pemerintah sengaja tidak mau mendengar solusi-solusi
tersebut.

Berikut langkah-langkah-langkah yang bisa diambil pemerintah terkait
kebijakan mempertahankan subsidi BBM dan politik energi nasional:
Solusi mengatasi defisit APBN:

A. Penyehatan APBN

1. Politik alokasi anggaran di APBN harus disehatkan. Belanja rutin
yang mencapai 79% dari total APBN, yang sebagian besar dipakai membiayai
aparatus negara, sangat boros dan tidak efisien. Sedangkan belanja modal
dan belanja barang tidak mencapai seperempat dari total APBN. Belanja
modal harus diperkuat, terutama untuk membiayai pembangunan
infrastruktur. Termasuk pembangunan infrastruktur migas untuk
meningkatkan produksi.
2. Presiden SBY seharusnya bisa memangkas anggaran belanja
birokrasinya, seperti perjalanan dinas, pembelian mobil dinas/kantor,
alokasi belanja rumah tangga/listrik/telpon bagi pejabat, belanja
pembangunan atau renovasi bangunan kantor, dan lain-lain. Para pejabat
negara, sebagai abdi negara dan rakyat, harus rela hidup sederhana dan
tak berjarak dengan rakyatnya.
3. Presiden SBY juga harus memangkas anggaran pemerintahannya,
seperti biaya kunjungan ke luar negeri, biaya penyusunan naskah pidato,
biaya pengamanan, biaya staff khusus, dan lain-lain.
4. Pemerintahan SBY harus berani menghentikan pembayaran hutang dan
cicilannya karena sudah sangat membebani APBN. Prioritas pembayaran
utang di APBN, yang porsinya mencapai 21% pada APBN 2013, telah membuat
kemampuan APBN untuk membiayai pembangunan dan belanja sosial
(kesehatan, pendidikan, dll) makin berkurang.
5. Terkait soal utang luar negeri ini, pemerintah bisa mengajukan
audit terhadap utang-utang Indonesia. Audit ini diperlukan untuk menilai
mana utang yang sah dan tidak sah (illegitimate debt). Tentu saja,
rakyat Indonesia tidak punya kewajiban untuk membayar utang-utang yang
tidak sah. Bank Dunia sendiri pernah mengakui, sebanyak 30% utang di era
Soeharto masuk ke kantong pribadinya.
6. Pemerintah harus berani menutup kebocoran APBN, yang jumlahnya
mencapai 30% tiap tahunnya. Untuk mengatasinya, pemerintah harus
mendorong model anggaran partisipatif. Artinya, rakyat harus dillibatkan
langsung dalam menentukan jumlah anggaran dan pengeluarannya, kemana
anggaran itu hendak dipergunakan, proyek mana yang mau didahulukan, dan
bagaimana pengontrolannya.
7. Pemerintahan SBY juga harus memerangi praktek penyalahgunaan uang
negara. Untuk ini, setiap pejabat negara dari pusat hingga daerah harus
melaporkan atau mendokumentasikan gaji dan kekayaannya secara reguler.
Setiap pejabat yang diketahui memiliki kekayaan melebihi dari gaji dan
tunjangan pokok harus melaporkan sumber-sumber pendapatannya yang lain.
Jika tidak, itu patut diduga sebagai praktek korupsi.

B. Sumber pendapatan lain untuk menutupi defisit

1. Presiden SBY harus berani memangkas gaji pejabat tinggi negara,
termasuk Menteri, Gubernur Bank Sentral, dan Direktur BUMN, dan
lain-lain. Pemerintahan Chavez pernah melakukan hal ini ketika negerinya
menghadapi krisis. Saat itu, Chavez memangkas 20% gaji pejabat senior
untuk menyeimbangkan anggaran. Negara tetangga kita, Malaysia, juga
melakukan hal yang sama: memangkas gaji menteri dan seluruh pejabat
tingginya sebesar 10% dan menghilangkan fasilitas untuk liburan pejabat
ke luar negeri.
2. Presiden SBY harus mencontohkan dirinya sebagai pemimpin yang
sederhana. Tidak etis menyerukan pejabat negara hidup sederhana,
sementara gaji sang Presiden tertinggi ketiga di dunia. Presiden SBY
harus meniru Presiden Uruguay, Jose Mujica, yang menyumbangkan 90 persen
gajinya untuk menambah anggaran sosial negerinya. Atau, meniru mantan
Presiden Paraguay, Fernando Lugo, yang menolak menerima gaji sebagai
Presiden sebesar 4.000 dollar AS (sekitar Rp 37 juta) per bulan.
3. Pemerintahan SBY harus berani menyita harta koruptor guna
memperkuat anggaran negara untuk pembangunan dan anggaran sosial.
4. Memberlakukan pajak progressif terhadap kaum kaya di Indonesia. Di
Perancis, Presiden Francois Hollande sedang memperjuangkan pajak 75%
untuk kekayaan di atas 1,28 juta euro (sekitar Rp 16 milyar). Pajak
progressif ini sejalan dengan prinsip keadilan sosial sebagaimana dianut
Pancasila.
5. Meningkatkan ketataatan pajak bagi badan dan korporasi. Presiden
harus berani menindak keras korporasi dan pengusaha yang sengaja
mengemplang pajaknya.
6. Memberlakukan pajak untuk setiap uang yang mau keluar negeri
(capital outflow tax), kecuali untuk pembayaran impor bahan baku dan
barang modal. Pajak ini berkontribusi untuk mencegah kapital asing
seenaknya keluar masuk Indonesia dan sekaligus mendatangkan penerimaan
bagi negara.
7. Memberlakukan "pajak hijau" kepada setiap kendaraan
pribadi yang melintas di jalan raya. Pajak hijau ini sebagai kompensasi
atas asap atau polusi yang mereka sebarkan oleh kendaraan tersebut.
8. Memberantas mafia migas, yang konon kabarnya mendapat keuntungan
Rp 10 triliun dari impor BBM. Petral, anak perusahaan Pertamina yang
selama ini menjadi sarang mafia minyak, harus dibubarkan.
9. Pertamina semestinya membeli langsung minyak mentah dari produsen,
tidak lewat perantara atau trader. Jika Pertamina dapat membeli
langsung, ada biaya pengeluaran yang bisa dihemat. Sekarang, misalnya,
kita impor minyak Rp 350 triliun, kalau bisa efisien sekitar 2 persen
saja sudah hemat Rp 7 triliun.


Solusi untuk meningkatkan penerimaan Migas:

1. Renegosiasi ulang semua kontrak migas yang merugikan kepentingan
nasional. Terkait penerimaan migas, item yang harus diperjuangkan adalah
pembagian keuntungan dan royalti.
2. Renegosiasi harga jual gas yang merugikan negara, termasuk Gas
Tangguh. Saat ini harga jual LNG Tangguh ke Tiongkok cuma 3,35 dollar AS
per per MMBTU. Padahal, harga normalnya saat ini mencapai 18 dollar AS
per MMBTU. Jika negosiasi berhasil, pemerintah bisa menambah penerimaan
negara sebesar Rp 30 triliun per tahun.
3. menaikkan produksi minyak mentah siap jual (lifting) hingga di
atas 1 juta barrel per hari. Untuk ini, pemerintah harus rela melakukan
investasi dan mencari sumur-sumur baru. Menurut Kurtubi, cadangan minyak
kita masih berkisar 50 miliar hingga 80 miliar barel.
4. Meninjau ulang cost-recovery yang membebani negara dan menggerus
penerimaan migas. Saat ini negara harus mengeluarkan Rp 120 triliun
untuk membayar cost recovery. Jika biaya cost recovery berhasil
diefisienkan, maka penerimaan negara dari hasil migas bisa dinaikkan.
5. Memberlakukan windfall profit tax kepada para kontraktor migas.
Menurut Marwan Batubara, jika windfall profit tax ditetapkan 50%, maka
negara mendapat pemasukan Rp 20,36 triliun.


Solusi untuk menegakkan kedaulatan energi:

1. Cabut UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas karena telah
menjadi biang kerok dominasi asing dalam tata-kelola migas nasional. UU
ini juga menyebabkan tata-kelola migas tidak memberi keuntungan bagi
negara.
2. Memulihkan kontrol negara terhadap sumber daya alam. Ini
menegaskan kontrol negara dalam segala aspek industri pertambangan:
eksplorasi dan prospeksi, biaya, eksploitasi, ekstraksi, pemurnian,
harga jual dan penjualan, dan pemasaran produk tambang.
3. Membuat UU Migas yang baru yang sejalan dengan pasal 33 UUD 1945,
yang menegaskan kedaulatan negara terhadap kekayaan migas dan
pemanfaatannya untuk kemakmuran rakyat.
4. Mengakhiri model ekonomi yang berbasis ekspor bahan mentah,
termasuk minyak dan gas. Pemerintah harus membangun kilang-kilang minyak
baru untuk menghasilkan BBM. Selain menyerap tenaga kerja baru, ini juga
mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM. Ini juga berlaku untuk
pertambangan mineral. Perusahaan asing harus didorong untuk membangun
smelter atau pabrik pemurnian dan pengolahan bahan mentah mineral.
5. Perusahaan migas asing yang masih beroperasi di Indonesia
diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Penjualan ke luar (ekspor)
hanya dimungkinkan jikalau kebutuhan domestik sudah terpenuhi.
6. Melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan minyak dan gas asing.
Nasionalisasi di sini bukanlah pengambil-alihan secara membabi-buta.
Bisa saja dengan model ala Chavez di Venezuela: negara membeli kembali
saham-sahamnya dengan "harga pasar". Ini menjelaskan mengapa tak
banyak terjadi resistensi terhadap kebijakan tersebut. ExxonMobil yang
sempat mempersoalkan hal ini terbukti kalah dalam arbitrase
internasional di London tahun 2008.
7. Merevitalisasi perusahaan minyak dan gas negara, dalam hal ini
Pertamina, supaya bisa memaksimalkan pengelolaan SDA yang sejalan dengan
kepentingan nasional dan berkorelasi dengan kemakmuran rakyat. Tentu
saja, ini dilakukan dengan memperbaiki manajemen Pertamina, memberantas
korupsi dan praktek broker/insider trading, dan penguatan kapasitas
produktif pertamina.
8. Memajukan industri tambang negara dalam dua hal: (1) teknologi:
semua perusahaan asing wajib berbagi (alih-teknologi) dengan perusahaan
negara dan membantu meningkatkan kapasitas teknologinya di semua
lapangan industri. (2) pelatihan bagi koperasi penambang dan penambang
tradisional.
9. Membujuk putra-putri Indonesia yang saat ini menjadi ahli-ahli
migas di luar negeri, khususnya di Timur Tengah dan Eropa, untuk kembali
ke tanah air dan membangun industri migas nasional. Konon kabarnya, ada
1.500 ahli minyak Indonesia yang bekerja di Timur Tengah seperti Qatar,
Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi. Ada juga yang bekerja di perusahaan
migas di Eropa.
10. Mendorong partisipasi rakyat dalam pengelolaan tambang. Ini
termasuk pengembangan koperasi-koperasi rakyat dan pengembangan
pertambangan tradisional atau pertambangan rakyat.
11. Mengupayakan pengembangan energi alternatif untuk tidak bergantung
lagi pada energi fosil. Indonesia punya potensi energi alternatif yang
juga melimpah: gas alam, panas bumi, mikro hidro, energi angin, energi
laut, energi matahari, bioenergi, dan biomassa.

Timur Subangun, anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD)

Sumber:
http://www.berdikarionline.com/opini/20130503/32-solusi-agar-bbm-tidak-d\
inaikkan.html