“Huh, siyal, masa’ bocor lagi sih”, ujar Batman gemas sambil
menendang pintu BatMobile-nya perlahan. Meskipun kesal, ia masih cukup
sadar untuk tidak melampiaskannya kepada kendaraan tercintanya, yang
cicilannya belum lunas itu. Dengan susah payah, ia mendorong mobilnya ke
pinggir, ke sebuah tambal ban yang kebetulan berada tidak jauh dari
situ.
“Mbah Gendeng – Nambal Ban Sejak 1911”
Begitu tulisan yang tertera di atas “bengkel” kecil yang didirikan seadanya di bawah sebuah pohon beringin besar.
“Bannya bocor ya, nak?”, tanya seorang kakek tua yang tiba-tiba muncul dari balik pohon.
“Iya, mbah”, jawab Batman lesu, “sudah kedua kalinya nih. Padahal baru sekitar 5km lalu bocor dan ditambal.”
“Hmmm…”, mbah Gendeng mengangguk-anggukan kepalanya dan mulai
mempersiapkan peralatannya. Bak air sabun untuk memeriksa bagian ban
yang bocor, dongkrak, pompa angin, dan sebagainya. “Silahkan duduk dulu
aja di kursi kayu itu, nak. Biar mbah kerjakan dulu bannya.”
45 menit berlalu, Batman mulai gak sabar. Maklum, ia lagi
semangat-semangatnya untuk bangkit kembali dari keterpurukannya dan
ingin segera sampai ke WTC untuk membuka gerai HP. Ditambah lagi, seekor
kura-kura berseragam “Bukan Express” yang tadi disalipnya kini sudah
berjalan melewati tempat ia duduk. “Masa’ Batman kalah cepet ama
kura-kura”, pikir Batman dalam hati. Penasaran, ia mendekati Mbah
Gendeng dan mengintip kerjanya.
“Pantesan aja lama!”, sergah Batman kasar. “Lha wong kerjanya lambat banget gini! Apa gak bisa lebih cepet lagi, mbah?!”
Mbah Gendeng meletakkan ban dalam BatMobile yang sedang ia pegang dan
menoleh ke arah Batman. Tatapannya yang tajam membuat Batman secara
tidak sadar mundur selangkah ke belakang. Tanpa disangka, dengan tidak
kalah kerasnya, Mbah Gendeng balik bertanya, “Memangnya kamu pikir
pekerjaan ini tidak penting sehingga harus dikerjakan dengan
terburu-buru?”
“Memang begitu, kan? Cuman nambal ban ini, apa pentingnya? Jauh lebih
penting pekerjaanku yang ke sana kemari buat nyelamatin dunia dari
orang jahat! Mbah tahu kan kalo aku ini Batman?!”
“Iye, terus so what gitu loh, mau situ Superman kek, Batman kek,
Barack Obama kek, SBY kek, tetep aja, jangan pernah ngeremehin pekerjaan
saya!”
Batman sudah akan membuka mulutnya lagi untuk menjawab, namun kakek tua itu tidak mau kalah cepat dan melanjutkan kata-katanya.
“Dengarkan baik-baik, anak muda. Coba pikir. Seandainya tadi kamu
dalam perjalanan untuk menyelamatkan ribuan orang dan banmu bocor, apa
bukan berarti yang saya kerjakan ini tidak sama pentingnya dengan
pekerjaanmu? Dengan memperbaiki ban bocormu dengan baik dan teliti,
secara tidak langsung saya suda membantu kamu menyelamatkan mereka —
ribuan orang itu.”
“Tidak usah muluk-muluk. Setiap ban bocor yang saya perbaiki pasti
berhasil membawa pengemudinya tiba dengan selamat sampai di rumah. Coba
bayangkan apabila saya melakukannya dengan asal-asalan. Bisa terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan, bukan?”
“Lihat ban dalammu ini”, Mbah Gendeng menyodorkan dua buah ban dalam
BatMobile yang sedang ia kerjakan. “Perhatikan ini, bekas tambalan yang
dilakukan oleh penambal ban sebelumnya. Kasar dan kurang kuat
rekatannya. Itu sebabnya tadi ban mobilmu bocor lagi. Masih untung tidak
terjadi apa-apa. Dan ini, yang ada di kanan, adalah hasil tambalan ban
yang aku lakukan. Bandingkan!”
Batman tercenung. Ia memperhatikan ban dalam pada bagian yang
ditunjukkan oleh Mbah Gendeng dan ternyata memang benar, pekerjaannya
kurang baik. Bahkan jauh dibandingkan hasil pekerjaan Mbah Gendeng.
Padahal tadi ia cukup senang dan memberi tips lebih kepada penambal ban
sebelumnya karena kerjanya hanya butuh waktu 5 menit saja.
Dengan menunduk, Batman mohon maaf kepada Mbah Gendeng
dan beringsut kembali ke kursi kayu untuk menunggu. Di satu sisi, ia
malu terhadap apa yang telah ia lakukan, namun di sisi lain, ia gembira
karena mendapat pelajaran baru tentang hidup dan juga tentang bisnis.
“Aku pasti tidak akan kalah oleh Peter Parker”, ujar Batman dalam hati sembari tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar