Selasa, 08 November 2011

GAJI MULTINASIONAL


Artikel dari Seorang Wanita Indonesia
 
*Januari 31, 2008*


To all my friends,

Sebetulnya yang bikin susah orang Indonesia itu ya orang Indonesia sendiri.
Juga berdasarkan pengalaman dan pengamatan pribadi, sekarang ini mudah
sekali menemukan orang HR dan top management yang orang Indonesia yang
menurut pendapat saya tidak qualified untuk posisi mereka. Problemnya,
di Indonesia saat ini masih berlaku seniority bukan quality. Dan yang paling
susah kalau top management dan orang HR tidak mempunyai background
management dan leadership qualities.Bagaimana mau memajukan dan
menguntungkan karyawan, mereka sendiri lebih concern dengan kelanggengan
posisi mereka sendiri. Mereka memikirkan nasib mereka duluan. Kalau mereka
aman, baru mereka memikirkan karyawan. Lagian kita juga sebagai orang
Indonesia jangan dibiasakan dengan pemikiran bahwa expat bule di Indonesia
itu lebih bagus dari kita. Berdasarkan pengalaman saya kerja di luar
Indonesia, saya menemukan kenyataan bahwa sebetulnya expat bule di Indonesia
sekarang ini banyak yang kualitasnya sama dengan pekerja biasa di sini.
Jadi, kalau memang ada bule di kantor rekan-rekan, anggap aja mereka itu
kolega bukan boss atau superior. Jangan menganggap mereka itu lebih tahu
dari kita. Dan yang paling penting rekan-rekan harus bisa memanfaatkan
peluang agar mereka share ilmu dan pengalamannya dengan kita.


Bicara soal gaji, memang ironis
Bayangkan aja di Indonesia mungkin rata-rata gaji fresh graduate sekarang
sekitar 2 juta/bulan (sorry if I’m wrong). Dengan 21 Hari kerja dan 8 jam
kerja per hari, gaji mereka berarti sekitar 11,900/jam. Kalau dikurs ke
US$cdengan rate (10,500) berarti > 1.13 dolar/jam. Woi…di sini secangkir kopi
Starbuck biasa aja udah 1.48 dolar. Buat beli kopi aja nggak akan cukup.

Jadi memang benar slave wages. Malah mendekati freelance.

Business ethic di Indonesia? Saat ini, dream on! Sulit sekali menemukan
perusahaan asing di Indonesia yang memang menerapkan company’s principals
and goals. Kenapa? Karena kembali lagi ke top managementnya yang orang
Indonesia. Jadi, sadarlah rekan-rekan, sebetulnya yang bikin susah kita itu
orang Indonesia Sendiri. dan ini dilanggengkan dengan kultur Indonesia yang
memang suka segan untuk complaint, terima apa adanya yang penting aman.

Simak ini:

Apakah kebodohan2 perusahaan multinasional yang Ada di Indonesia, yg antara
lain dilanggengkan oleh mental para staff HR-nya?

1. Bangga bahwa gaji karyawan jauh diatas UMR. Hal ini bodoh sekali, karena
dia telah memposisikan diri setara dengan perusahaan lokal yg paling miskin,
yang menjadi pangkal perhitungan UMR. Jadi kita ketawain saja kalau ada
perusahaan multinasional (bank, konsultansi, tambang batubara, minyak, emas,
dll.) yg bangga karena upahnya telah memenuhi UMR. Dan sebagai orang HR anda
harus malu…. Dan menangis. (Perbandingan yg benar: Wah mekanik kami digaji
dibawah mekanik Australia. Kami hanya menggaji Rp 3jt, padahal di Australia
mereka mendapat 4 ribu dollar. Padahal produktifitas mereka sama. Kami akan
berjuang untuk perbaikan gaji… Dlsb.)

2. Upah karyawan lokal bisa dibilang “slave wages”. Itulah yang langsung
saya dengar dari manajer HR bule. “We pay slave wages in Indonesia”.
Berapakah gaji seorang Admin Assistant? Rp. 700 ribu? Seorang operator
mining Rp. 1,5 juta? Rp 2 juta? Itu kan sama dengan US 62 dolar hingga 200
dolar. Sama dengan upah seorang pencuci piring selama 5 jam di AS. Kalau
orang HR di perusahaan multinasional sudah bermental kere, maka IA akan
bangga memberikan “slave wages”. Kalau manajernya juga bermental begitu…
Wah.. Ya sudah…

3. Bangga bisa memeras karyawan Indonesia, cuek dengan gaji konsultan asing.
Sebagai orang HR, Anda pasti dipuja-dipuji, bisa mereduce cost hingga
seminim mungkin. Anda bangga dengan prestasi ini. Hasilnya: Gaji 200 staff
Indonesia bisa jadi sama dengan gaji 10 konsultan bule…. Ini benar Ada yg
begitu lho (Dan Anda masih bisa tidur nyenyak???)

4. Punya business ethics tapi diterapkan secara pilih2 di Indonesia. Wah,
bulan2 ini saya dengar banyak perusahaan yang bangga mensosialisasikan code
of conduct/business conduct/business ethics yg dibuat perusahaan induk.
Mulai dari perusahaan konsultasi hingga groceries dan Internet related
companies. Tapi, saya yakin penerapannya pilih2.

Contoh : dalam salah satu code of conduct dari perusahaan konsultan
multinasional yang saya dapatkan di websitenya, mengatakan: “employees with
similar responsibilities should be rewarded with fair and similar benefits
without discriminations on sex, races, nationalities and religions”.

Well, bagus sekali. Dan itu saya kira pas sekali dengan prinsip keadilan
universal. Lalu saya tanyakan ke teman saya yg kerja di anak perusahaan
setempat, apakah hal itu masuk di versi Indonesianya? Weh, ternyata tidak.

Usut punya usut, itu bisa jadi ‘pasal’ rawan, karena ketika saya tanyakan
berapa range gaji seorang manajer Indonesia? “Well, seorang manajer
perusahaan kami kurang lebih mendapat gaji Rp.13juta/bulan. Yang bule kurang
lebih US 10 ribu./bulan”. Wah, itu sih malah business “misconduct” bukan
conduct.


So, teman2 HR, itulah kebodohan2 perusahaan multinasional yang telah saya
amati selama bertahun2 bekerja di luar negeri lalu kerja di dalam negeri. Di
Malaysia dan AS saya digaji sama dengan orang bule maupun orang Afrika. Jadi
kesimpulan saya adalah : Orang2 HR Indonesianya sendirilah yang membuat
pekerja Indonesia ini menderita…So, marilah Kita bersama2 tertawakan para HR
staff perusahaan Multinasional di Indonesia.

Lain kali kalau ketemu orang HR multi-nasional, Kita tanyakan saja apakah ia
bener2 bangga kerja di perusahaan dengan karakter di atas. Bila iya? hehe
memang dasar ….

Maafkan saya bila mengungkapkan hal2 yang pahit tapi benar.

Tidak ada komentar: