Gangguan dalam kesehatan berupa
penyakit, apapun bentuknya, merupakan bagian dari "ujian" yang telah
ditentukan Allah SWT terhadap siapa yang dikehendakiNya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, "Dan sesungguhnya
benar-benar Kami akan menguji kamu, agar Kami mengetahui orang-orang
yang berjihad dan bersabar diantara kamu dan agar Kami menyatakan (baik
buruknya) hal ihwalmu." (Q.S.Muhammad : 31). Penjelasan yang lainnya di dalam Al-Qur’an, "Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan dan kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang yang sabar." (Q.S. Al-Baqarah : 155).
Pengertian ini
sangat penting dan fundamental, karena dalam tatalaksana pengobatan
penderita, dokter akan sangat memerlukan kerjasama dengan penderita yang
diobatinya. Salah satu faktor yang ikut menentukan adalah sikap
penderita terhadap penyakit yang dideritanya. Sikap penderita ini ada
berbagai ragam, ada yang panik, putus asa (paling banyak), dan tidak
percaya (dengan seringnya berganti dokter). Apalagi jika
penyakit-penyakit yang dideritanya termasuk cukup berat. Sikap negatif
seperti tidak menerima sakit apalagi disertai dengan pertanyaan, "kenapa
saya sakit begini, orang lain kok tidak," atau "kenapa justru saya yang
kena," ataupun sering juga didengar komentar-komentar, "Salah apa saya,
saya sudah berdoa, berbuat baik kepada orang, kok kena sakit seperti
ini," adalah sikap yang tidak menguntungkan, malah merugikan sendiri.
Hal ini tentu saja akan mempengaruhi fungsi-fungsi tubuh pasien yang
sedang sakit maupun yang masih sehat, dan yang jelas proses kesembuhan
akan terhambat. Akibat yang ditimbulkan berupa stres kejiwaan dan kecewa
yang berlarut dan akan mempunyai konsekuensi sebagai reaksi-reaksi
biologik yang memperburuk penyakitnya dan mempersukar pengobatan, tanpa
disadari oleh penderitanya. Misalnya gangguan tidur dan sekresi
adrenalin karena stres yang berlanjut mengakibatkan kenaikan tekanan
darah serta memacu denyut jantung yang semuanya pada keadaan sakit
apapun tidak menguntungkan. Maka penjelasan dokter kepada penderita dan
keluarganya tentang kenyataan adanya penyakit dan sikap yang harus
dilakukan adalah "ikhlas" menerima kenyataan ini dan menganggap penyakit
itu sebagai bagian dari kehidupan dan sudah menjadi kehendak Allah SWT
Yang Maha Pencipta, jadi selama proses sakit ini mereka harus bersabar.
Pasien boleh
bertanya kepada dokternya untuk mengetahui semua informasi tentang
penyakit yang diderita dan aspek-aspek pengobatannya. Sebaliknya dokter
harus menerangkan aspek-aspek yang perlu diketahui tentang penyakit yang
diderita pasien, akan tetapi yang paling penting yang harus dijelaskan
pada pasien ialah semua metoda pengobatan merupakan usaha manusia dengan
kadar ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Allah SWT kepada dunia
kedokteran/dokter untuk mengobati, sedangkan sembuh atau proses
penyembuhan adalah hak mutlak Allah SWT. Seperti ucapan Nabi Ibrahim
a.s. yang diabadikan dalam Al-Quran, “Apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku.”
(Q.S.Asy-Syu'ara': 80). Penjelasan ini mungkin dapat diberikan kepada
keluarga saja atau langsung pada pasien, tergantung keadaan. Maksudnya
bukan sekali-kali agar dokter dapat mencari alasan jika pengobatannya
gagal, akan tetapi hal ini diungkapkan sebagai pintu pembuka agar dokter
dan pasien bersungguh – sungguh dalam menjalankan usaha-usaha
pengobatan, sedangkan letak keberhasilan pengobatan semata-mata di
tangan Allah SWT. Hal ini sesuai petunjuk Allah dalam Al-Quran, "Yaitu orang-orang, yang apabila ditimpa musibah, mereka mengatakan : Innalillahi wa inna ilaihi raji'un."
(Q.S. Al-Baqarah : 156). Kata-kata "innalillahi wa inna ilaihi raji'un"
adalah kata-kata keikhlasan, kata-kata penggantungan harapan dan
penyerahan diri bahwa semua apapun berasal dari Allah (termasuk
penyakitnya), dan semua akan kembali kepadaNya.
Kita telah
mengetahui, bahwa saat ini penyakit-penyakit dunia modern lebih banyak
bersifat non infeksi dan cenderung akibat dari gaya hidup yang tidak
sehat, misalnya darah tinggi/hipertensi dengan segala komplikasinya,
kanker serta bentuk-bentuk keganasan, penyakit-penyakit jantung,
penyakit penyumbatan darah ke otak, penyakit-penyakit pencernaan dan
hati, dan lain-lain. Bentuk-bentuk penyakit ini patofisiologisnya sampai
sekarang belum jelas benar, dan telah diketahui pula bahwa
faktor-faktor psikologik si sakit mempunyai peranan penting dalam
penyakit ini. Keimanan kepada Tuhan merupakan faktor amat penting untuk
membuat seseorang percaya bahwa doa memang ampuh dalam membantu proses
penyembuhan penyakit-penyakit seperti itu. Suatu survei pernah dilakukan
majalah TIME, CNN, dan USA Weekend. Rata-rata survei itu menunjukkan
lebih dari 70% orang menyatakan percaya bahwa doa dapat membantu proses
penyembuhan. Dari survei tersebut terungkap bahwa banyak pasien
membutuhkan terapi keagamaan selain obat-obatan atau tindakan medis
lainnya. Bahkan dari 64% orang berharap agar para dokter juga memberikan
terapi psikoreligius dan doa. Dr. Dale A. Matthews, dari Universitas
Georgetown, Amerika Serikat mengamati paling tidak ada 212 penelitian
tentang terapi doa yang telah dilakukan. Dari jumlah itu 75% menyatakan
bahwa komitmen agama, di antaranya dalam bentuk doa dan zikir
menunjukkan pengaruh positif pada pasien.
Penelitian
lain tentang kaitan doa dan kematian akibat penyakit juga dilakukan
Comstock sebagaimana termuat dalam Journal of Chronic Disease. Studi
terhadap sekelompok orang memperlihatkan bahwa doa secara positif
mempengaruhi tekanan darah tinggi, luka, serangan jantung, sakit kepala,
dan kecemasan. Subyek‑subyek dalam studi ini mencakup pula air, enzim,
bakteri, jamur ragi, sel-sel darah merah, sel-sel kanker, sel-sel
pemacu, benih, tumbuhan, ganggang, larva, ngengat, tikus, dan anak ayam;
dan di antara proses‑proses yang telah dipengaruhi adalah proses
kegiatan enzim, laju pertumbuhan sel darah putih leukemia, laju mutasi
bakteri, pengecambahan dan laju pertumbuhan berbagai macam benih, laju
penyumbatan sel pemacu, laju penyembuhan luka, besarnya gondok dan
tumor, waktu yang dibutuhkan untuk bangun daripembiusan total, efek
otonomi seperti kegiatan elektro-dermal kulit, laju hemolisis sel‑sel
darah merah, dan kadar hemoglobin. Dinyatakan bahwa mereka yang
melakukan kegiatan keagamaan secara teratur disertai doa, memiliki
risiko kematian akibat penyakit jantung koroner lebih rendah 50%
dibanding mereka yang tidak melakukan kegiatan keagamaan. Sementara
kematian akibat emfisema (paru-paru) lebih rendah 56%, kematian akibat
penyakit hati (sirosis hepatis) lebih rendah 74% dan kematian akibat
bunuh diri lebih rendah 53%. Bukti lain datang dari penelitian Robbins
dan Metzner yang dilakukan selama 8-10 tahun terhadap 2700 responden
didapati bahwa responden yang rajin menjalankan ibadah serta berdoa,
angka kematiannya jauh lebih rendah dibandingkan yang tidak beribadah.
Penelitian Larson dan kawan-kawan terhadap para pasien tekanan darah
tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol (bukan pasien hipertensi),
diperoleh kenyataan bahwa komitmen agama kelompok kontrol lebih kuat.
Selanjutnya dikemukakan kegiatan keagamaan seperti doa dapat mencegah
seseorang dari penyakit hipertensi.
Dokter Larry
Dossey, M.D., seorang dokter dari Mexico, menjelaskan bahwa dalam
sejumlah penelitian tentang doa menunjukkan jarak tidak mempengaruhi
dalam kemanjuran doa, apakah doa tersebut dilakukan di dekat pembaringan
pasien, di luar kamar, atau di seberang lautan. Dalam bukunya, Healing
Words, dia menyatakan tidak bisa menemukan seorang pakar pun yang mau
mengatakan bahwa tingkat pemisahan jarak antara orang yang berdoa dengan
pasien merupakan faktor dalam hal kemanjurannya. Orang‑orang yang
mempraktekkan penyembuhan melalui doa semuanya mengatakan bahwa
pengaruh-pengaruh doa tidak dipengaruhi oleh jarak. Doa itu sama
manjurnya walaupun yang berdoa dan yang menjadi tujuan doa terpisah oleh
samudera atau ada di balik pintu atau cuma di sisi tempat tidur. Tak
ada satupun yang nampaknya sanggup menghambat atau menghentikan doa.
Bahkan walaupun "obyek" yang didoakan itu ditempatkan di sebuah ruangan
berlapis timah atau ruangan yang tidak bisa ditembus berbagai macam
energi gelombang elektromagnetik, akibat doa masih bisa menembusnya.
Dalam ajaran
Islam juga ditekankan bahwa obat dan upaya hanyalah "sebab", sedangkan
penyebab sesungguhnya di balik sebab atau upaya itu adalah Allah Swt.
Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk berdoa ketika dilanda sakit
supaya memohon kesembuhan. “Dan apabila hamba hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku maka jawablah bahwasannya adalah aku dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apa bila ia memohon kepada-Ku,
maka hendaklah mereka itu memenuhi perintah-Ku dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada kebenaran.” (Al Baqoroh : 186). Wallohualam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar