Rabu, 24 November 2010

Cara Terbaik Menyikapi Penyakit Yang Diderita Dan Kesembuhannya



 
Gangguan dalam kesehatan berupa penyakit, apapun bentuknya, merupakan bagian dari "ujian" yang telah ditentukan Allah SWT terhadap siapa yang dikehendakiNya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, "Dan sesungguhnya benar-benar Kami akan menguji kamu, agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu." (Q.S.Muhammad : 31). Penjelasan yang lainnya di dalam Al-Qur’an, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan dan kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang yang sabar." (Q.S. Al-Baqarah : 155).

Pengertian ini sangat penting dan fundamental, karena dalam tatalaksana pengobatan penderita, dokter akan sangat memerlukan kerjasama dengan penderita yang diobatinya. Salah satu faktor yang ikut menentukan adalah sikap penderita terhadap penyakit yang dideritanya. Sikap penderita ini ada berbagai ragam, ada yang panik, putus asa (paling banyak), dan tidak percaya (dengan seringnya berganti dokter). Apalagi jika penyakit-penyakit yang dideritanya termasuk cukup berat. Sikap negatif seperti tidak menerima sakit apalagi disertai dengan pertanyaan, "kenapa saya sakit begini, orang lain kok tidak," atau "kenapa justru saya yang kena," ataupun sering juga didengar komentar-komentar, "Salah apa saya, saya sudah berdoa, berbuat baik kepada orang, kok kena sakit seperti ini," adalah sikap yang tidak menguntungkan, malah merugikan sendiri. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi fungsi-fungsi tubuh pasien yang sedang sakit maupun yang masih sehat, dan yang jelas proses kesembuhan akan terhambat. Akibat yang ditimbulkan berupa stres kejiwaan dan kecewa yang berlarut dan akan mempunyai konsekuensi sebagai reaksi-reaksi biologik yang memperburuk penyakitnya dan mempersukar pengobatan, tanpa disadari oleh penderitanya. Misalnya gangguan tidur dan sekresi adrenalin karena stres yang berlanjut mengakibatkan kenaikan tekanan darah serta memacu denyut jantung yang semuanya pada keadaan sakit apapun tidak menguntungkan. Maka penjelasan dokter kepada penderita dan keluarganya tentang kenyataan adanya penyakit dan sikap yang harus dilakukan adalah "ikhlas" menerima kenyataan ini dan menganggap penyakit itu sebagai bagian dari kehidupan dan sudah menjadi kehendak Allah SWT Yang Maha Pencipta, jadi selama proses sakit ini mereka harus bersabar.

Pasien boleh bertanya kepada dokternya untuk mengetahui semua informasi tentang penyakit yang diderita dan aspek-aspek pengobatannya. Sebaliknya dokter harus menerangkan aspek-aspek yang perlu diketahui tentang penyakit yang diderita pasien, akan tetapi yang paling penting yang harus dijelaskan pada pasien ialah semua metoda pengobatan merupakan usaha manusia dengan kadar ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Allah SWT kepada dunia kedokteran/dokter untuk mengobati, sedangkan sembuh atau proses penyembuhan adalah hak mutlak Allah SWT.  Seperti  ucapan  Nabi Ibrahim  a.s. yang diabadikan dalam Al-Quran, “Apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku.” (Q.S.Asy-Syu'ara': 80). Penjelasan ini mungkin dapat diberikan kepada keluarga saja atau langsung pada pasien, tergantung keadaan. Maksudnya bukan sekali-kali agar dokter dapat mencari alasan jika pengobatannya gagal, akan tetapi hal ini diungkapkan sebagai pintu pembuka agar dokter dan pasien bersungguh – sungguh dalam menjalankan usaha-usaha pengobatan, sedangkan letak keberhasilan pengobatan semata-mata di tangan Allah SWT.  Hal ini sesuai petunjuk Allah dalam Al-Quran, "Yaitu orang-orang, yang apabila ditimpa musibah, mereka mengatakan : Innalillahi wa inna ilaihi raji'un." (Q.S. Al-Baqarah : 156). Kata-kata "innalillahi wa inna ilaihi raji'un" adalah kata-kata keikhlasan, kata-kata penggantungan harapan dan penyerahan diri bahwa semua apapun berasal dari Allah (termasuk penyakitnya), dan semua akan kembali kepadaNya.

Kita telah mengetahui, bahwa saat ini penyakit-penyakit dunia modern lebih banyak bersifat non infeksi dan cenderung akibat dari gaya hidup yang tidak sehat, misalnya darah tinggi/hipertensi dengan segala komplikasinya, kanker serta bentuk-bentuk keganasan, penyakit-penyakit jantung, penyakit penyumbatan darah ke otak, penyakit-penyakit pencernaan dan hati, dan lain-lain. Bentuk-bentuk penyakit ini patofisiologisnya sampai sekarang belum jelas benar, dan telah diketahui pula bahwa faktor-faktor psikologik si sakit mempunyai peranan penting dalam penyakit ini. Keimanan kepada Tuhan merupakan faktor amat penting untuk membuat seseorang percaya bahwa doa memang ampuh dalam membantu proses penyembuhan penyakit-penyakit seperti itu. Suatu survei pernah dilakukan majalah TIME, CNN, dan USA Weekend. Rata-rata survei itu menunjukkan lebih dari 70% orang menyatakan percaya bahwa doa dapat membantu proses penyembuhan. Dari survei tersebut terungkap bahwa banyak pasien membutuhkan terapi keagamaan selain obat-obatan atau tindakan medis lainnya. Bahkan dari 64% orang berharap agar para dokter juga memberikan terapi psikoreligius dan doa. Dr. Dale A. Matthews, dari Universitas Georgetown, Amerika Serikat mengamati paling tidak ada 212 penelitian tentang terapi doa yang telah dilakukan. Dari jumlah itu 75% menyatakan bahwa komitmen agama, di antaranya dalam bentuk doa dan zikir menunjukkan pengaruh positif pada pasien.

Penelitian lain tentang kaitan doa dan kematian akibat penyakit juga dilakukan Comstock sebagaimana termuat dalam Journal of Chronic Disease. Studi terhadap sekelompok orang memperlihatkan bahwa doa secara positif mempengaruhi tekanan darah tinggi, luka, serangan jantung, sakit kepala, dan kecemasan. Subyek‑subyek dalam studi ini mencakup pula air, enzim, bakteri, jamur ragi, sel-sel darah merah, sel-sel kanker, sel-sel pemacu, benih, tumbuhan, ganggang, larva, ngengat, tikus, dan anak ayam; dan di antara proses‑proses yang telah dipengaruhi adalah proses kegiatan enzim, laju pertumbuhan sel darah putih leukemia, laju mutasi bakteri, pengecambahan dan laju pertumbuhan berbagai macam benih, laju penyumbatan sel pemacu, laju penyembuhan luka, besarnya gondok dan tumor, waktu yang dibutuhkan untuk bangun daripembiusan total, efek otonomi seperti kegiatan elektro-dermal kulit, laju hemolisis sel‑sel darah merah, dan kadar hemoglobin. Dinyatakan bahwa mereka yang melakukan kegiatan keagamaan secara teratur disertai doa, memiliki risiko kematian akibat penyakit jantung koroner lebih rendah 50% dibanding mereka yang tidak melakukan kegiatan keagamaan. Sementara kematian akibat emfisema (paru-paru) lebih rendah 56%, kematian akibat penyakit hati (sirosis hepatis) lebih rendah 74% dan kematian akibat bunuh diri lebih rendah 53%. Bukti lain datang dari penelitian Robbins dan Metzner yang dilakukan selama 8-10 tahun terhadap 2700 responden didapati bahwa responden yang rajin menjalankan ibadah serta berdoa, angka kematiannya jauh lebih rendah dibandingkan yang tidak beribadah. Penelitian Larson dan kawan-kawan terhadap para pasien tekanan darah tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol (bukan pasien hipertensi), diperoleh kenyataan bahwa komitmen agama kelompok kontrol lebih kuat. Selanjutnya dikemukakan kegiatan keagamaan seperti doa dapat mencegah seseorang dari penyakit hipertensi.


Dokter Larry Dossey, M.D., seorang dokter dari Mexico, menjelaskan bahwa dalam sejumlah penelitian tentang doa menunjukkan jarak tidak mempengaruhi dalam kemanjuran doa, apakah doa tersebut dilakukan di dekat pembaringan pasien, di luar kamar, atau di seberang lautan. Dalam bukunya, Healing Words, dia menyatakan tidak bisa menemukan seorang pakar pun yang mau mengatakan bahwa tingkat pemisahan jarak antara orang yang berdoa dengan pasien merupakan faktor dalam hal kemanjurannya. Orang‑orang yang mempraktekkan penyembuhan melalui doa semuanya mengatakan bahwa pengaruh-pengaruh doa tidak dipengaruhi oleh jarak. Doa itu sama manjurnya walaupun yang berdoa dan yang menjadi tujuan doa terpisah oleh samudera atau ada di balik pintu atau cuma di sisi tempat tidur. Tak ada satupun yang nampaknya sanggup menghambat atau meng­hentikan doa. Bahkan walaupun "obyek" yang didoakan itu ditempatkan di sebuah ruangan berlapis timah atau ruangan yang tidak bisa ditembus berbagai macam energi gelombang elektromagnetik, akibat doa masih bisa menembusnya.

Dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa obat dan upaya hanyalah "sebab", sedangkan  penyebab sesungguhnya di balik sebab atau upaya itu adalah Allah Swt. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk berdoa ketika dilanda sakit supaya memohon kesembuhan. “Dan apabila hamba hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka jawablah bahwasannya adalah aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apa bila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada kebenaran.” (Al Baqoroh : 186). Wallohualam.

Tidak ada komentar: