Rabu, 24 November 2010

Kandasnya Mimpi Bangsa Besar ?


Kandasnya Mimpi Bangsa Besar?
Senin, 22 November 2010 | Editorial

Perdana Menteri Jepang yang mengundurkan diri, Yukio Hatoyama, pernah
berkata: "Semua ide-ide besar dalam sejarah manusia dimulai sebagai
impian utopis dan berakhir dengan kenyataan."

Memang, sejarah dunia sudah memberitahukan kepada kita, bahwa tidak ada
bangsa yang lekas menjadi sempurna, menjadi bangsa besar, tanpa melalui
suatu fase perjuangan yang hebat. Jepang, sebuah negara ekonomi
kapitalis yang maju, dihasilkan oleh perjuangan yang maha hebat.
Demikian pula dengan bangsa-bangsa besar lainnya, seperti AS, Tiongkok,
dan Rusia.

Indonesia pernah punya cita-cita besar, bukan saja untuk kemakmuran
bangsa Indoenesia sendiri, tetapi kemakmuran seluruh umat manusia di
dunia, yaitu penghapusan penghisapan mansia atas manusia (exploitation
de I'homme par I'homme) dan penindasan bangsa atas bangsa
(exploitation de nation par nation).

Sayang sekali, setelah Bung Karno digulingkan melalui kudeta merangkak,
maka cita-cita bangsa besar itupun hilang dari cita-cita nasional kita.
Sebaliknya, setelah 65 tahun menjadi bangsa yang merdeka secara politik,
kini bangsa Indonesia memasuki fase penjajahan kembali (rekolonialisme),
yang menempatkan bangsa ini kembali menjadi bangsa kuli di antara
bangsa-bangsa, kembali menjadi "een natie van koelis, en een
koeli onder de naties."

Salah satu penyebab kemunduran ini adalah tidak adanya karakter dari
pemimpin-pemimpin nasional kita. Mereka bisa saja mengaku sebagai
nasionalis, demokrat sejati, atau pro-rakyat, tetapi itu hanya sekedar
pernyataan di mulut saja. Pada prakteknya, mereka adalah agen-agen
penjual bangsa dan seluruh kekayaan alam yang dimiliki negeri ini.

SBY, presiden yang sudah memasuki periode kedua kekuasaannya, adalah
contoh pemimpin yang tidak berkarakter, tidak punya visi untuk menjadi
bangsa Indonesia sebagai bangsa besar. Sebaliknya, dalam pandangan kami,
pemimpin tanpa karakter hanya akan membawa bangsa Indonesia ke belakang,
supaya mudah dipecundangi oleh bangsa lain.

Ada sebuah pertanyaan kecil: bagaimana bisa membangun sebuah bangsa
apabila seluruh potensi nasionalnya sudah digadaikan? Lebih jauh lagi,
bagaimana bisa membangun sebuah bangsa jikalau tidak mempunyai jiwa dan
karakter?

Bukankah Bung Karno pernah berkata: "sumber kekuatan kita bukan
hanya kekayaan alam yang melimpah, jumlah rakyat yang berpuluh2 juta,
letak geografis yang strategis, ilmu dan teknik yang sedang
dipertumbuhkan, tetapi juga adalah semangat dan jiwa bangsa kita."

Kenapa kami berkata demikian? Satu contoh, ketika berhadapan dengan
persoalan penganiayaan TKI kita di luar negeri, Presiden SBY
memberijakan solusi yang anak SD pun akan tertawa, yaitu memberikan
hand-phone. Bagaimana mungkin sebuah persoalan yang berakar dari
kegagalan membangun ekonomi nasional hendak dijawab dengan memberikan
hand-phone?

Sekarang ini, harapan masa depan itu sudah hampir terkubur seluruhnya
oleh penindasan kolonialisme baru, yaitu neoliberalisme. Sementara
presiden kita, SBY, hanya sibuk menghamparkan "karpet merah"
untuk masuknya modal asing dan perusahaan-perusahaan asing.

Makanya, kami mengatakan: "Gembar-gembor tentang pembangunan ekonomi
yangpro-job, pro-poor, dan pro-growth, tanpa adanya kedaulatan terhadap
ekonomi nasional, adalah gembar-gembornya tukang penjual obat di pasar
Tanah Abang atau di pasar Senen"!

Ibu negara Tiongkok, Soong Ching-Ling pernah berkata: "rakyat memang
sabar, tetapi perut tak dapat menunggu lama." Kesabaran rakyat itu
hanyalah ada, jika rakyat melihat adanya prospect (harapan-kedepan) ke
arah tercapainya cita-cita politik nasional atau cita-cita
sosio-nasional.

Oleh karena itu, sebelum terlambat, mari kita membenahi bangsa kita
dengan menggelorakan kembali perjuangan nasional yang anti-kolonialisme
dan anti-imperialisme. Mari kita bergotong royong membangun ekonomi,
menciptakan lapangan kerja, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan lain
sebagainya. Aka tetapi, tentu saja, kita harus melikuidasi imperialisme
terlebih dahulu.

Anda dapat menanggapi Editorial kami di : redaksiberdikari@yahoo.com

http://berdikarionline.com/editorial/20101122/kandasnya-mimpi-bangsa-bes\
ar.html

<http://berdikarionline.com/editorial/20101122/kandasnya-mimpi-bangsa-be\
sar.html
>

Tidak ada komentar: